Peluang Dan Tantangan Ukm Dalam Memasuki Pasar Asean

Peluang Dan Tantangan Ukm Dalam Memasuki Pasar Asean

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan pelaku ekonomi yang berperan secara signifikan dalam perekonomian Indonesia. Entitas bisnis ini menjadi pelaku mayoritas, pencipta lapangan pekerjaan, pengurang tingkat kemiskinan maupun sebagai kontributor dalam pendapatan nasional. Di saat banyak usaha berskala besar mengalami stagnasi dalam menghadapi krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, UKM terbukti mampu bertahan dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat perkembangan UKM di Indonesia periode 2006-2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan Usaha Besar, begitupun juga dengan tingkat konstribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam kurun waktu tersebut, UKM mengalami peningkatan sebesar 169.050 unit atau 0,17% dari total pelaku usaha nasional. Sedangkan Usaha Besar justru mengalami fluktuasi perkembangan dan secara prosentase tidak berubah sama sekali yakni hanya berjumlah 0,01% dari total pelaku usaha nasional. Di tahun 2007 dan 2011 jumlah unit Usaha Besar mengalami penurunan sebesar 114 dan 198 unit dari tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun yang sama UKM justru mengalami peningkatan (Kemenkop & UKM, 2012). Tahun 2007 dan 2012 adalah tahun dimana dunia sedang mengalami krisis finansial global akibat krisis ekonomi yang berpusat oleh Amerika Serikat (2007) dan Yunani (2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa UKM mempunyai daya tahan yang lebih kuat dibandingkan Usaha Besar ditengah gempuran krisis ekonomi.

seminar nov2

Konstribusi UKM dalam menyerap tenaga kerja juga lebih besar dibandingkan Usaha Besar. Dalam periode 2006-2012, UKM mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 1.959.539 orang, sedangkan Usaha Besar dalam perkembangannya sempat mengalami penurunan di tahun 2009 sebesar 63.831 dari tahun 2008. Keduanya, baik UKM maupun Usaha Besar, mengalami fluktuasi prosentase dalam penyerapan tenaga kerja. Walaupun hanya berkisar 6-7% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, tentu hal tersebut sudah menunjukkan bahwa kehadiran UKM telah berkontribusi dalam pengurangan jumlah kemiskinan.

Meskipun jumlah UKM yang terus meningkat dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan Usaha Besar, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat lebih kecil dibandingkan dengan konstribusi Usaha Besar. Pada tahun 2012 Usaha Besar telah mampu berkontribusi sebesar 40,92% sedangkan UKM hanya sebesar 23,27% dari total PDB Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa konstribusi UKM dalam perekonomian Indonesia belum diikuti dengan produktivitas dan daya saing yang tinggi karena antara jumlah unit usaha yang ada serta tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi tidak sebanding dengan konstribusi yang dihasilkan untuk PDB. Secara internal UKM memiliki berbagai kendala yang menghalangi untuk menjadi unit bisnis yang bersaing. Secara eksternal, kebijakan yang tidak berpihak pada sektor ekonomi lemah dan persaingan yang semakin kompetitif, juga berkontribusi terhadap lemahnya daya saing UKM di Indonesia.

Hasil temuan Wignaraja (2015) menunjukkan bahwa daya saing UKM di Indonesia apabila ditinjau dari segi pasar ekspor masih rendah, bahkan paling rendah diantara negara ASEAN yang ada, meskipun tingkat konstribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan PDB paling tinggi. UKM di Indonesia hanya berkontribusi sebesar 15,8% dari total ekspor, sangat jauh jika dibandingkan dengan UKM di Jerman dan Jepang yang masing-masing mampu berkontribusi sebesar 55,9% dan 53,8% dari total ekspor di Negara tersebut.

Daya saing UKM di Indonesia juga relatif lebih rendah dibanding beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, apabila ditinjau dari aspek inovasi dan akses terhadap pasar internasional. Hasil temuan Mourougane (2012) menunjukkan bahwa UKM Indonesia yang memiliki standar internasional hanya sebesar 7.9%, berbeda jauh dengan usaha besar yang 40,8% nya telah bersertifikasi internasional. Begitu pula dalam penggunaan website sebagai media pemasaran, UKM Indonesia yang memanfaatkan keduanya hanya sebesar 13,4% sedangkan usaha besar sudah mencapai 45,3%. Hanya penggunaan surat elektronik (e-mail) sebagai sarana komunikasi-lah yang relatif besar dimanfaatkan oleh UKM di Indonesia (40,5%), meskipun masih lebih rendah dibandingkan usaha besar (81,8%). Artinya, bahwa daya saing global UKM di Indonesia masih perlu peningkatan agar bisa bersaing di pasar internasional.

seminar nov1

Tantangan lebih berat bagi UKM akan datang seiring dengan diterapkannya ASEAN Economic Community di akhir tahun 2015. UKM dihadapkan pada tantangan untuk lebih bisa unggul di pasar dalam negeri ditengah gempuran pesaing dari luar negeri (impor) dan juga unggul di pasar ekspor. Konsekuensinya, UKM harus mampu menjadi entitas bisnis yang berdaya saing tinggi dengan menyelesaikan seluruh kendala-kendala yang ada seperti keterbatasan modal, teknologi, dan kualitas SDM yang terampil dan inovatif. Jika tidak, maka tantangan tersebut akan berubah menjadi ancaman bagi keberlangsungan UKM di Indonesia yang terancam tersisih dari arena pertandingan yang bernama pasar bebas.

Di Jawa Timur sendiri UKM yang mampu menembus pasar internasional masih tergolong sedikit. Jika dilihat dari aktifitas ekspor, tercatat hanya 283 UKM pelaku ekspor sedangkan UKM perintis ekspor terdapat 1.388 UKM (Diskopumkm Jatim, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan UKM dalam menghadapi MEA perlu ditingkatkan sehingga mampu bersaing dengan produk-produk UKM di kawasan ASEAN.

Berangkat dari latar belakang tersebut, Kelompok Kajian dan Pengembangan UKM (K2PU) Universitas Brawijaya menyelenggarakan seminar ilmiah dengan tema “Peluang dan tantangan UKM dalam memasuki pasar ASEAN”

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *