Kembangkan Budidaya Bawang Merah dengan Menggunakan Biji

Kembangkan Budidaya Bawang Merah dengan Menggunakan Biji

Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) mulai mengembangkan budidaya bawang merah dengan menggunakan biji di Kota Batu. Salah satu petani yang mulai mencoba biji ini adalah CV Batu Flora, milik Lucky Budiarti, petani dari Dusun Junggo, Desa Tulungrejo.
Sistem penanaman baru hasil penelitian BPTP tahun 2015 ini mulai dikembangkan di petani, salah satunya di Kota Batu. Dengan sistem ini petani tidak lagi menggunakan umbi untuk menanamkan bawang merah.

Produksi budidaya bawang merah menggunakan biji ini tidak begitu mahal ketimbang dengan menggunakan umbi. Jika dikalkulasi keuntungan yang didapatkan petani sangat besar.
“Ada spot-spot penanaman bawang merah menjadi biji, itu menjadi mimpi saya ke sana (penanaman menggunakan biji-red). Karena dengan cara ini penanaman bawang merah menjadi tidak mahal. Per hektare hanya butuh Rp 12 juta, plus pupuk petani hanya mengeluarkan dana sebesar Rp 20 jutaan,” ujar Dirjen Holtikultura, Dr Ir Spudnik Sudjono K MM.
Dengan cara ini, petani bisa mengukur cost yang dikeluarkan dan bisa dibayangkan berapa keuntungan yang didapatkan petani. Selain itu ada juga selisih masa tanam hingga setengah bulan daripada petani menanam menggunakan umbi bawang merah.
“Sistem penanaman baru, perlu diperkenalkan ke petani, kita akan kejar kesana. Selain menurunkan cost dari penanaman, kita juga turunkan cost dari penggunaan pestisida, dengan memperbanyak penggunaan pestisida nabati. Jangan menggunakan kimia, karena itu langkah terakhir,” ujarnya.
Spudnik mengatakan bahwa Kementerian Pertanian sudah membuat peta jalan pengembangan bawang merah tahun 2016 hingga tahun 2045 dengan baseline pada tahun 2015 dengan luas tanam sebesar 126.276 hektar dengan ekspor sebanyak 8400 ton.
Dengan pasokan dan harga stabil tahun 2019 diprediksi Indonesia bisa mengekspor 10 ribu ton, pada tahun 2024 dengan swasembada dan daya saing, Indonesia bisa mengekspor 23.300 ton. Pada tahun 2019 tercipta swasembada dan ekspor sebanyak 27.200 ton dan pada tahun 2045 Indonesia ditargetkan menjadi eksportir utama Asean dengan jumlah bawang merah yang diekspor sebanyak 40 ribu ton.
“Kita targetkan kebutuhan tambahan lahan selama kurun waktu 2016 hingga 2045 sebanyak 65286 hektare atau rata-rata 2.251 hektar e pertahunnya,” ujar Spudnik usai memberikan materi dalam Seminar Peningkatan Efisiensi Rantai Pasok Bawang Merah untuk mewujudkan stabilitas pangan dan harga, kerjasama Direktorat Jenderal Holtikultura dengan K2PU UB di Hotel Orchid, kemarin.
Sementara itu di tempat terpisah, Dr Kusdi Raharjo DEA, Ketua Kelompok Kajian dan Pengembangan UMKM, FIA UB mengatakan kegiatan seminar yang dilakukan adalah diseminasi hasil penelitian yang dilakukan K2PU.
“K2PU punya penelitian yang dibiayai oleh Dikti melalui skema penelitian perguruan tinggi kebetulan K2PU dapat hibah itu, memang penelitiannya fokus pada bawang merah pada sentra di Nganjuk dan Probolinggo,” ujar Kusdi.
Hasil penelitian ini ditawarkan di Dirjen Holtikultura untuk disosialisasikan pada para pelaku, petani, pedagang, eksportir dan peserta seminar.
Dari hasil penelitian diketahui, petani baik di Nganjuk dan Probolingo masih berorientasi pada kuantitas produksi, dalam satuan berat. Yang dipikirkan petani bagaimana menghasilkan bawang merah sebanyak mungkin.
“Di Nganjuk jarak tanam diabaikan, dampak produksi yang dihasilkan jauh dari standart yang ditetapkan pemerintah. Yakni klasifikasi diameternya, 2,5 centimeter,” terang Kusdi.
Bawang merah yang dihasilkan di Nganjuk dan Probolinggo kecil-kecil, karena petani memperpendek jarak tanam, hingga bawang merah berdesak-desakan.
Agar bisa jumlah bawang merah tinggi, petani menggenjot dengan pemberian pestisida, hingga saat ini mulai muncul tren penurunan produksi dalam satuan luasnya.
“Kalau terus menerus seperti ini berbahaya, tanah akan rusak, petani tidak bisa menanam dan kita kehilangan sentra bawang merah,” ujarnya.
Sementara petani tidak hanya melakukan upaya perusakan struktur tanah, namun juga mengabaikan keberadaan PPL Pertanian.
“PPL di Nganjuk tidak digubris, mengatasi masalah ini kami di on farm harus ada pemahaman petani tentang bagaimana menanam bawang yang pas, hal bisa dicapai melalui peran PPLnya,” papar Kusdi.

Sumber: https://www.malang-post.com/berita/kota-batu/kembangkan-budidaya-bawang-merah-dengan-menggunakan-biji

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *